Filsafat
Telaah Pemikiran Atomisme Logis Bertrand Russell

Telaah Pemikiran Atomisme Logis Bertrand Russell

Source Image Pinterest https://pin.it/VjRwqdv

Bahasa merupakan alat atau media bagi seorang filsuf untuk mengungkapkan pemikirannya. Bahkan, bahasa merupakan salah satu unsur penting bagi proses berfilsafat. Karena rasanya sulit membayangkan bagaimana berfilsafat tanpa menggunakan bahasa. Oleh karena itu, sah jika dikatakan bahwa antara filsafat dan bahasa memiliki kaitan yang erat.

Melalui bahasa, filsafat mampu mengungkapkan, menjelaskan, memberi konsep untuk realitas. Namun pada tahap tertentu hal ini menimbulkan persoalan. Persoalan yang dimaksud di sini mengacu pada istilah-istilah filsafat yang seringkali membawa pada kebingungan. Istilah-istilah tersebut misalnya seperti: substansi, roh absolut, ketiadaan (nothingness), eksistensi dll. Alih-alih menjelaskan realitas secara jelas, istilah-istilah tersebut justru malah tidak menjelaskan apa-apa (Mustansyir, 2007, p. 8).

Penggunaan istilah yang kerap membingungkan tersebut kemudian melahirkan apa yang disebut filsafat analitik. Filsafat analitik memiliki ciri khas penggunaan metode analisis bahasa. Dengan metode ini, tugas filsafat bukanlah membuat pernyataan atau penjelasan tentang realitas sebagaimana filsuf sebelumnya. Tugas filsafat menjadi menyelesaikan persoalan yang timbul akibat ketidakfahaman bahasa logika.

Metode analisis bahasa ini juga bermaksud untuk memerikan semacam “terapi” dan “penyembuhan” dalam penggunaan bahasa filsafat. Alasan yang mendasarinya yaitu, bahasa, istilah, atau konsep filsafat mengandung banyak penyakit seperti: kekaburan arti, memiliki makna yang ganda, ketidaktegasan dll. Dengan demikian perlu disusun dan ditentukan suatu kriteria yang mampu menentukan apakah suatu istilah atau ungkapan tertentu mengandung makna atau tidak (Mustansyir, 2007, p. 9).

Untuk memperjelas corak dari filsafat analitik ini, kiranya contoh berikut bisa membantu. Pada era sebelum kemunculan filsafat analitik, pertanyaan-pertanyaan filsafat umumnya berbunyi apa penyebab pertama (arkhe) dari alam semesta ini? Thales kemudian menjawab air. Sedangkan pertanyaan yang diajukan dalam filsafat analitik adalah “apa arti dari pernyataan bahwa penyebab misalnya pertanyaan “apa arti dari pernyataan bahwa Tuhan itu ada?”

Terkait pertanyaan apakah suatu ungkapan dikatakan bermakna atau tidak menghasilkan berbagai macam aliran di madzhab analitika bahasa. Perbedaan pendapat juga mulai terjadi pada persoalan apakah bahasa sehari-hari cukup untuk menjelaskan maksud filsafat. Ada yang berpendapat cukup atau yang disebut sebagai kelompok (ordinary langue) dan ada yang berpendapat tidak. Kelompok yang menyatakan tidak ini diwakili oleh filsuf-filsuf seperti Ryle, Rudolf Carnap, Bertrand Russel dll (Kaelan, 2020, pp. 71-72).

Pada kesempatan ini, pembahasan akan secara khusus diarahkan hanya pada Bertrand Russell. Bertrand Russell merupakan tokoh filsafat analitik yang tergolong ke dalam aliran Atomisme logis.

1. Atomisme Logis

Bertrand Russell merupakan tokoh yang pertama kali memperkenalkan aliran atomisme logis. Aliran ini mulai dikenal pada tahun 1918 melalui tulisan-tulisannya. Atomisme logis mencapai puncaknya dalam pemikiran Wittgenstein melalui karya Tractatus Logico Philosophicus.

Apa yang dimaksud atomisme logis? Russell menggunakan istilah atomisme logis (logical atomism) karena atom yang ingin dicapai oleh Russell adalah atom logis, bukan atom fisik. Atom logis tersebut diperoleh melalui analisis. Dengan kata lain Russell berusaha mencapai atom yang didasarkan analisis logis, bukan analisis fisik (sebagaimana pemahaman atom dalam fisika). Beberapa dari apa yang disebut atom tersebut seringkali dipahami sebagai hal-hal yang partikular (Russell, The Philosophy of Logical Atomism, 2010, p. 3)

Dilihat dari pengaruhnya, Atomisme logis mendapatkan pengaruh dari pemikiran David Hume tentang persepsi. Menurutnya, persepsi terbagi menjadi dua, yaitu kesan atau impresi dan gagasan (ideas). Impresi diperoleh melalui pencerapan inderawi, hasrat, emosi, atau perasaan apapun dari seseorang ketika ia mendengar, melihat, membenci dll. Gagasan adalah gambaran samar dari impresi tadi. Setiap gagasan sederhana, berawal dari kesan sederhana yang menyerupai. Sedangkan gagasan kompleks adalah gagasan yang tersusun dari kesan-kesan sederhana dan dapat dipecah menjadi gagasan sederhana (Russell, 2016, p. 865).

Pembagian gagasan kompleks dan sederhana membawa Hume pada pendapat bahwa filsuf hendaknya melakukan analisis psikologis terhadap gagasan. Dalam konteks ini, Russell mengambil pendapat Hume tentang pembagian gagasan kompleks dan sederhana. Namun dalam pemikiran Russell, istilah “gagasan” tersebut diubah menjadi proposisi. Oleh karenanya Russell tidak setuju dengan Hume bahwa filsuf perlu melakukan analisis psikologis. Menurut Russel, analisis justru dilakukan terhadap proposisi-proposisi (Kaelan, 2020, p. 75).

Jika Hume berpendapat bahwa gagasan kompleks dapat dipecah menjadi gagasan sederhana, maka atomisme logis berpandangan bahwa proposisi kompleks dapat dipecah menjadi proposisi-proposisi atomik (sederhana) atau proposisi-proposisi elementer, melalui teknik analisis logis. Selanjutnya, setiap proposisi atomik ini mengacu kepada apa yang disebut fakta atomik.

2. Fakta dan Proposisi Atomik

Sebelum membahas lebih lanjut apa itu fakta atomik dan proposisi atomik, kita perlu mengetahui terlebih dulu perbedaan antara fakta dan proposisi. Fakta adalah jenis hal yang membuat suatu proposisi bernilai benar atau salah (Russell, 2010, p. 6). Ketika seseorang misalnya mengungkapkan bahwa hari ini hujan, berarti orang tersebut sedang mengungkapkan suatu proposisi yang benar dalam kondisi cuaca tertentu dan salah di kondisi cuaca lain.

Perlu menjadi perhatian bahwa apa yang disebut fakta adalah jenis hal yang diungkapkan oleh keseluruhan kalimat, bukan dengan satu nama seperti “Socrates”. Dengan kata lain, fakta diungkapkan dengan selalu melibatkan sebuah kalimat. Fakta diekspresikan atau diungkapkan ketika ungkapan tersebut menunjukan hal tertentu yang memiliki kualitas atau memiliki relasi dengan hal lain (Russell, 2010, p. 7).

Proposisi adalah kalimat menegaskan atau menyatakan sesuatu. Proposisi bukanlah kalimat tanya, kalimat yang memerintah, ataupun kalimat yang berisi harapan. Proposisi tidak hanya berbentuk dalam kalimat “Socrates sudah mati”, tapi bisa juga dalam bentuk pernyataan aritmatika seperti “dua tambah dua sama dengan empat” (Russell, 2010, p. 10).

Menurut Russell, penentuan benar atau salah hanya bisa dilakukan pada proposisi, tidak pada fakta. Misalnya ada proposisi yang berbunyi “hari ini hujan” dan proposisi lain berbunyi “hari ini tidak hujan”. Kedua proposisi tersebut berhubungan dengan fakta yang sama. Namun, proposisi bertama berkorespondensi dengan fakta sehingga bisa disebut benar, sedangkan proposisi kedua tidak berkorespondensi dengan fakta sehingga disebut salah (Russell, 2010, p. 13).

Setelah mengetahui pengertian fakta dan proposisi, selanjutnya kita bisa melangkah pada pembahasan proposisi dan fakta atomik. Proposisi atomik adalah proposisi yang paling sederhana serta tidak memiliki unsur majemuk atau molekuler dalam istilah Russell. Contoh proposisi atomik misalnya “ini adalah merah” atau xRy (ini berdiri di samping itu). Setiap proposisi atomik ini memiliki makna sendiri-sendiri yang terpisah satu sama lain (Mustansyir, 2007, p. 59)

Selanjutnya proposisi atomik ini membentuk apa yang disebut proposisi molekuler atau proposisi majemuk. Proposisi molekuler ini biasanya ditandai dengan kata sambung seperti “atau”,“dan”, “jika” dan lain-lain. Misal seseorang mengatakan proposisi molekuler seperti “jika hari ini hujan, saya akan membawa payung”, maka proposisi tersebut sebetulnya terdiri dari dua proposisi atomik yaitu “hari ini hujan” dan “saya akan membawa payung” (Russell, 2010, p. 37).

Proposisi seperti “Socrates adalah warga Athena yang bijaksana” merupakan proposisi yang terdiri dari dua proposisi atomik. Kedua proposisi atomik tersebut yaitu: 1. Socrates adalah warga Athena 2. Socrates adalah orang yang bijaksana. Kedua proposisi ini bisa berubah menjadi proposisi majemuk setelah dihubungkan oleh kata “yang”. Benar dan salahnya propisisi majemuk tergantung benar dan salahnya dari proposisi atomik yang membentuknya. Benar dan salahnya proposisi atomik ditentukan oleh benar salahnya fakta atomik. Sebab tidak ada fakta molekuler atau majemuk, yang ada hanyalah fakta atomik.

Setidaknya ada dua alasan singkat yang mendasari pendapat Russell tentang proposisi dan fakta atomik. Alasan pertama bersifat a priori dan alasan kedua bersifat empiris. Alasan pertama didasari oleh pemahaman Russell tentang kompleksitas. Bahwa menurutnya segala sesuatu yang kompleks tersusun dari yang sederhana. Meskipun di sini Russell menyadari bahwa apa yang dianggapnya sebagai yang sederhana bisa jadi tersusun oleh hal yang kompleks (Russell, 1959, p. 123).

Alasan a priori berikutnya adalah terkait sifat dari analisis. Di mana analisis dipahami sebagai proses yang berusaha memperoleh gagasan yang paling sederhana. Tidak hanya sampai pada gagasan sederhana, analisis berusaha sampai pada istilah atau kosa kata yang istilah tersebut tidak lagi didefinsikan oleh hal lain. Dalam konteks ini Russell pun kembali menyadari bahwa bisa jadi analisis dapat berlangsung “selamanya” dan hal-hal yang kompleks bisa dianalisis secara ad infinitum (Klement, 2019). Alasan kedua bersifat empiris. Dalam menentukan kebenaran proposisi atomik, maka kita harus mengacu pada fakta atomik. Fakta atomik ini merupakan fakta yang mudah dikenali lewat panca indra kita.

Russell menyimpulkan bahwa kendati tidak benar-benar ada hal yang sederhana (karena bisa jadi hal sederhana itu tersusun dari kompleksitas), ini tidak berarti bahwa analisis adalah metode yang harus ditinggalkan atau dibatalkan dalam filsafat. Menurut Russell pembahasan seputar apakah ada hal yang paling sederhana dan bisa diperoleh melalui analisis adalah pembahasan yang tidak perlu. Karena kita harus menempatkan Atomisme logis sebagai gerakan yang menentang filsafat Idealisme serta berusaha menghindarkan filsafat dari istilah-istilah yang tidak bermakna. Dengan demikian, atomisme logis harus dipahami sebagai metode, alih-alih konsep metafisika yang berusaha mencari atom metafisik yang menstruktur dunia (Klement, 2019).

3. Paradoks Russell

Paradoks Russell menyelesaikan persoalan kuno dalam filsafat yang disebut sebagai paradoks pembohong. Paradoks pembohong ini tergambar sebagai berikut: Epimenides adalah seorang warga Kreta, lalu ia berkata bahwa “Semua orang Kreta adalah pembohong”. Karena Epimenides adalah warga Kreta, maka dia sendiri adalah pembohong. Karena ucapannya adalah suatu kebohongan, berarti semua orang Kreta adalah orang jujur. Karena Epimenides adalah orang Kreta, maka dia juga adalah orang jujur. Karena dia berkata jujur, maka semua orang Kreta adalah pembohong. Paradoks ini menjebak kita dalam lingkaran setan yang tidak pernah bisa ditentukan nilai kebenarannya.

Bagaimana Russell menyelesaikan problem tersebut? Kita perlu mengetahui dulu isi dari paradoks Russell, isinya sebagai berikut:

  1. Andaikan terdapat himpunan k di mana anggotannya adalah hewan berkaki empat seperti kambing, kucing, sapi dll. Tentu kita tahu bahwa himpunan k itu sendiri bukan merupakan hewan berkaki empat bukan? Atau bisa kita sebut himpunan k bukan anggota k.
  2. Sekarang mari kita andaikan ada himpunan a yang anggotanya adalah seluruh himpunan yang bersifat seperti himpunan k tadi. Atau bentuk formalnya seperti: a = { x / ⌐ (x x ) }. Dibaca “himpunan a  adalah himpunan yang anggotanya adalah seluruh x sejauh x bukanlah anggotanya dari dirinya sendiri
  3. Pertanyaannya kemudian apa status dari himpunan a tersebut? Apakah a anggota dari dirinya sendiri atau a a? atau apakah a bukan merupakan dari anggotanya sendiri atau ⌐ (a a ).
  4. Anggaplah a a. Jika ini yang terjadi maka ini menyalahi definisi dari anggotanya sendiri yang menyatakan bahwa anggota dari a adalah sesuatu sejauh itu bukan sesuatu itu sendiri
  5. Bagaimana jika pilihan ⌐ (a ∈ a )?. Jika ini yang terjadi maka a menjadi cocok denggan definisi dari anggotanya sendiri, oleh karena itu bentuknya berubah menjadi (a ∈ a ).
  6. Dengan demikian, dari kedua pengujian tadi diperoleh kesimpulan absurd tentang status a, kesimpulannya adalah: a = (a a ) ⇒ ⌐ (a a ). Yang dibaca: a adalah elemen dari a dan implikasinya a bukanlah elemen dari a. Kesimpulan ini tentu merupakan kesimpulan yang tidak bisa diterima karena kontradiktif.

Dalam hal ini, Russell menawarkan solusinya sendiri untuk paradoks tersebut. Solusi yang diberikannya juga menjadi solusi bagi paradoks pembohong. Solusi yang ditawarkan Russell disebut teori tipe yang pada intinya menyatakan bahwa ada hierarki antara objek dan kelas. Objek dalam konteks himpunan bisa kita samakan dengan anggota himpunan  a dan kelas merupakan himpunan a itu sendiri. Poin yang ingin disampaikan dari teori ini adalah bahwa tingkatan kelas lebih tinggi dari objek dan kelas tidak mungkin menjadi anggota dari objek karena objek berada pada tingkatan lebih rendah dari kelas (Beaney, 2017, p. 25).

Kembali pada paradoks pembohong, ucapan dari Epemenides merupakan termasuk ke dalam kelas proposisi. Apa yang menjadi objek dari kelas proposisi tersebut? Semua masyarakat kereta yang pembohong atau yang didefinisikan oleh kelas proposisi tersebut. Dengan metode seperti itulah Russell menyelesaikan paradoks tersebut.

4. Teori Deskripsi

Teori ini bisa dilihat merupakan contoh langsung dari filsafat ketika melakukan analisis atas struktur logis dari proposisi. Teori ini banyak dipengaruhi oleh seorang logikawan dan matematikawan bernama Gottlob Frege. Dalam logika Aristotelian, analisis dilakukan terhadap hubungan antar proposisi. Kalaupun dilakukan analisis terhadap proposisi, analisis tersebut lebih kepada analisis gramatikal. Seperti misalnya dalam proposisi “semua manusia adalah organisme”, mengacu pada logika Aristotelian analisisnya akan berbentuk: semua manusia adalah subjek dan organisme adalah predikat.

Menurut Frege analisis tersebut lebih tertuju kepada analisis gramatikal bukan kepada analisis logis. Oleh karenanya Frege mengajukan suatu bentuk analisis baru yang berbentuk: (∀x) (Mx → Ox). Dibaca “untuk semua x, jika x adalah manusia maka x adalah organisme”. Analisis ini menunjukan bahwa proposisi bisa dianalisis pada tingkat yang lebih elementer atau sederhana.

Analisis Frege tadi terdiri dari dua komponen penting, yaitu konstanta logis dan variabel logis. Konstanta logis terdiri dari: ‘∀ ‘yang disebut sebagai quantor universal. Biasanya diawali dengan kata semua, seluruh. ‘∃’ yang disebut sebagai quantor eksistensial. Biasanya diawali dengan kata sebagian, beberapa, ada. Kemudian yang terakhir ada relasi ‘jika-maka’ yang disimbolkan ‘→’. Sementara varibel logisnya adalah manusia dan organisme.

Russell banyak mendapat pengaruh terkhusus dari notasi logika dan proses analisis ala Frege. Teori deskripsi bisa kita mulai dengan berangkat dari persoalan seperti bagaimana memahami pernyataan yang berbunyi “Raja Prancis adalah seorang filsuf”. Apakah pernyataan tersebut tidak merujuk pada apapun? Mengingat bahwa sistem pemerintahan Prancis tidak lagi berbentuk monarki dan karenanya tidak ada yang disebut sebagai Raja Prancis.

Menurut Russell, untuk menganalisis pernyataan tersebut kita perlu mengetahui dulu apa yang ‘benar-benar terlibat’ dalam pernyataan itu. Mengacu pada Russell, ‘makna sesungguhnya’ dari pernyataan tersebut adalah “ada satu dan hanya satu Raja Prancis dan apa saja yang disebut sebagai Raja Prancis adalah seorang filsuf” (Beaney, 2017, p. 29).

Pernyataan itu bisa dipecah lagi menjadi tiga proposisi sederhana, yaitu:

  1. Setidaknya ada satu Raja Prancis
  2. Ada paling banyak satu Raja Prancis
  3. Apa saja yang disebut Raja Prancis adalah seorang filsuf

Bentuk formal dari proposisi pertama adalah ‘(∃x) Rx’ atau ‘Ada Raja Prancis’ (Rx di sini mewakili konsep Raja Prancis). Bentuk formal dari proposisi ketiga tidak berbeda jauh dengan contoh Frege tadi, dengan demikian bentuk formalnya ‘(∀x) (Rx → Fx)’ atau dibaca ‘untuk semua x, jika x adalah raja Prancis maka Raja Prancis adalah seorang filsuf’ (Fx mewakili konsep filsuf).

Proposisi kedua pada dasarnya ingin menyatakan bahwa konsep Raja Prancis memiliki contoh tidak lebih dari satu. Bentuk formalnya adalah ‘‘(∀x)(∀y) (Rx & Ry → x = y)’. Atau dibaca ‘untuk semua x dan untuk semua y, jika x adalah raja prancis dan y adalah raja prancis, maka  x identik dengan y. Makna yang ingin dinyatakan adalah tidak ada lebih dari satu raja prancis.

Jika ketiga formalisasi tadi disatukan, kita memiliki bentuk formal seperti ini:

‘(∃x)(Rx &(∀y)(Ry → x = y)& Fx)’ atau “ada suatu x (setidaknya satu x) sedemikian rupa sehingga x adalah R, dan untuk setiap y sedemikian rupa sehingga setiap y adalah R, maka x identik dengan y, dan y adalah F. Ringkasnya, ada satu dan hanya satu R dan itu adalah F.

Menurut Russell memang benar bahwa pernyataan raja prancis adalah seorang filsuf tidak memiliki makna, persis karena tidak ada yang disebut raja prancis. Namun bukan berarti tidak memiliki makna secara keseluruhan atau menghentikan kita untuk memahami pernyataan tersebut. Karena pernyataan itu tidak benar-benar bisa raja prancis tapi lebih tepat jika dikatakan berbicara tentang konsep raja prancis (Beaney, 2017, p. 30). Ditambah lagi, kita masih bisa menganalisis struktur logis kalimat tersebut.

Kesimpulan

Filsafat analitik atau disebut juga sebagai analitika bahasa merupakan kelompok filsuf yang muncul akibat adanya persoalan spesifik dalam filsafat. Persoalan di sini merujuk pada ketidaktepatan para filsuf menggunakan istilah atau bahasa dan ketidakpahaman terhadap bahasa logika. Alih-alih menjelaskan dunia, filsafat justru malah membuat dunia semakin tidak jelas dengan istilah-istilah yang membingungkan.

Bertrand Russell merupakan tokoh yang bisa dibilang mengembangkan filsafat analitik. Melalui atomisme logisnya, Russell menjadikan filsafat sebagai metode untuk memecah proposisi pada tahap yang lebih elementer, sederhana atau atom. Tidak hanya sampai di situ, suatu proposisi bahkan dipecah dan diungkapkan struktur logis yang mendasarinya. Russell juga menganggap perlu adanya suatu bahasa logis yang digunakan untuk filsafat, karena bahasa sehari-hari dirasa tidak cukup untuk filsafat.

Referensi

Beaney, M. (2017). Analytic Philosophy: A Very Short Introduction. Oxford: Oxford Press.

Kaelan. (2020). Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta: Paradigma.

Klement, K. (2019, October 14). Russell’s Logical Atomism. Retrieved from Stanford Encyclopedia of Philosophy : https://plato.stanford.edu/entries/logical-atomism/#LogiAtomSimp

Mustansyir, R. (2007). Filsafat Analitik: Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para Tokohnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Russell, B. (1959). My Philosophical Development. London: Unwin Books.

Russell, B. (edisi 2010). The Philosophy of Logical Atomism. Abingdon: Routledge.

Russell, B. (2016). Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

*Penulis merupakan mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam Semester 4, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *