Musik
Analisis Semiotika Cover Album “Rage Against The Machine” dari Band Rage Against The Machine

Analisis Semiotika Cover Album “Rage Against The Machine” dari Band Rage Against The Machine

Dalam proses mencipta suatu musik, terutama dalam industri musik, cover album merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan dalam proses penciptaannya. Cover album menjadi suatu identitas dan memiliki nilai jual di pasaran. Tak dapat dipungkiri bahwa first impression atau kesan pertama konsumen ketika ingin membeli suatu album rekaman, pasti akan melihat cover dari album rekaman tersebut. Cover album dari rekaman suatu band seakan-akan ingin menyampaikan suatu pesan secara tersirat maupun tersurat mengenai isi dari lagu atau rekaman yang ada didalamnya.

Salah satu band yang sangat kontras dalam menyampaikan suatu pesan lewat cover album dalam rekamannya ialah Rage Against The Machine (selanjutnya RATM), melalui album rekaman pertamanya “Rage Against the Machine”. Dialnsir dari Pitchfork media, debut RATM ialah aliran Funk, Rap dan Rock yang sangat radikal yang berasal dari Los Angeles, California. Dalam muatan karyanya, RATM menjadi band yang sangat penting bagi aktivisme dan menjadi pengaruh bagaimana bertahan menjadi oposisi (Currin, 2017).

Sebelum band ini terbentuk, pada tahun 1990 Tom Morello mendapatkan kebuntuan dalam proses kreatifnya yang terkesan sangat monoton lewat bandnya, yaitu Lock Up. Setahun kemudian ia bertemu dengan seorang punk kurus berusia 21 tahun dengan rambut gimbal dan sulit diatur dan bibir atas yang kaku, seseorang itu bernama Zack de la Rocha. Setelah bergabungnya Zack de la Rocha, RATM langsung merekam 12 demo dengan cover album yang bergambar Thich Quang Duc. Jurnal Rocknation menyebutkan bahwa cover album tersebut masuk kedalam jajaran “album cover kontroversial” versi Rocknation (Bagus, 2020).

Cover album “Rage Against he Machine” tersebut merupakan foto aksi membakar diri dari seorang Budha yang telah disebutkan diatas, yang bernama Thich Quang Duc. Aksi tersebut dilakukan di jalanan Saigon pada tahun 1963. Aksi membakar diri tersebut merupkan bentuk kekecewaan terhadap pemerintah Vietnam yang pada saat itu dipimpin oleh Ngo Dinh Diem. Foto yang sempat mengguncang dunia pada dekade 1960-an itu merupakan buah karya fotografer Malcolm Browne, seorang koresponden Associated Press.

Karya perdana RATM ini dijual tanpa bantuan label rekaman, akan tetapi karena totalitasnya, album ini berhasil terjual 5 ribu kopi lebih. Kesuksesan dari album tersebut akhirnya mengundang kontrak dan menandatanganinya bersama Epic Records, label rekaman yang berada dibawah naungan Sony Entertainment. Berkat kerjasamanya dengan Epic Records, album ini masuk ke Top 50 Billboard, UK Top 20, bahkan meraih status penjualan triple platinum.

Dilansir dari tirto.id, album RATM dirayakan oleh para kritikus musik. Salah satunya Loudwire, ia menyebutkan bahwa album pertama RATM ini begitu “berbahaya” dan “agresif”. Sedangkan Pitchfork mencatat bahwa album “Rage Against the Machine” dibuat dengan kejujuran yang membuat pendengar mabuk dan ketagihan. Tak terlewatkan, Chuck D—pentolan Public Enemy—memuji permainan gitar Tom Morello yang dianggap “diluar nalar” (Faisal, 2018).

Berdasarkan uraian diatas, lantas timbul alasan kenapa cover album “Rage Against the Machine” milik RATM dijadikan objek analisis. Analisis cover album RATM ini menggunakan teori Rolland Barthes. Analisis cover album ini bertujuan untuk mengetahui makna-makna yang berada didalam tampilan visual cover album tersebut. Pemaknaan yang dimaksud ialah pemaknaan terhadap gambar, typography, warna dalam cover album tersebut, sehingga rumusan masalah yang akan di analisis ialah bagaimana hubungan antara petanda dan penanda dalam visualisasi cover album “Rage Against the Machine” dari band RATM. Sedangkan tujuan dari analisis ini ialah untuk mengetahui hubungan petanda dan penanda dalam visualisasi cover album “Rage Against the Machine” dari band RATM.

Teori Semiotika Rolland Barthes

Rolland Barthes adalah seorang filsuf, kritikus sastra, dan ahli semiotik. Semiotika Rolland Barthes merupakan kelanjutan dari semiotika Ferdinand de Saussure. Elemen-elemen semiotika. Berikut merupakan bagan teori semiotika Rolland Barthes secara sederhana :

Pada layer pertama merupakan aspek linguistik seperti apa yang telah dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda) yang keduanya merupakan satu lingkup yang sama dari sign. Sedangkan layer kedua dan selanjutnya merupakan tujuan dari semiotika Rolland Barthes mengenai mitos. Layer kedua dan seterusnya ini merupakan kelanjutan dari signifier (penanda) dan signified (petanda) pada layer pertama, namun seperti yang terlihat dari bagan diatas, tanda panah menunjukan bahwa ia merupakan mitos. Dalam pemikiran semiotika Barthes, terdapat dua proses signifikansi yaitu yaitu pada tanda denotatif dan konotatif. Denotatif berada pada layer pertama, sedangkan konotatif berada pada layer kedua dan seterusnya.

Secara umum, mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, denotasi diartikan sebagai makna kata atau kelompok yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif. Sedangkan konotatif diartikan sebagai kata yang mempunyai makna lain di baliknya atau sesuatu makna yang berkaitan dengan sebuah kata.

Hasil dan Pembahasan

Cover album “Rage Against the Machine” dari band Rage Against the Machine.

Gambar 1.
Gambar 2.

Album “Rage Against the Machine” merupakan album perdana dari band RATM. Album ini dirilis pada tahun 1992 tanpa label rekaman dan berhasil terjual 5 ribu kopi lebih. Seperti yang terlihat pada gambar 1. Namun, seiring berjalannya waktu karena RATM sudah mulai dikenal oleh khalayak ramai, RATM melakukan kontrak dengan label rekaman indiependent yaitu Epic Record yang berada dibawah naungan Sony Entertainment. Seperti yang terlihat pada gambar 2. Kedua cover album tersebut tidak memiliki perbedaan yang cukup jauh, hanya saja pada gambar 2, tidak terdapat typography dan foto yang di-zoom out. Analisis ini akan terfokus pada gambar 1, namun untuk tambahan analisis secara lebih luas dan jelas akan menggunakan gambar 2.

Analisis deskriptif Gambar 1 :

Analisis deskriptif Gambar 2 :

Analisis Denotatif dan Konotatif

Dalam cover album versi pertama atau seperti yang terlihat pada gambar 1, terdapat typography berwarna putih dan terdapat rectangles berwarna hitam dengan bentuk persegi panjang pada setiap kata-nya. Pada typography tersebut menggunakan font sejenis consolas. Typography dan rectangles tersebut menggunakan warna yang kontras, sehingga tulisan “rage against the machine” dapat terbaca secara jelas. Pemilihan jenis font dan rectangles-nya ingin menunjukan sesuatu yang seolah non-formal, bahkan tidak menggunakan huruf kapital sama sekali.

Visualisasi dari cover album ini menggunakan warna monochrome. Warna monochrome merupakan warna yang tunggal, palet warna ini secara umum berkomitmen pada satu warna dan menciptakan ruang yang terasa dipersonlisasi. Warna monochrome mengkonotasikan sebuah penekanan pada foto tersebut, sehingga memberikan kesan yang sangat dramatis.

Pusat perhatian pada cover album gambar ke 1 terfokus pada seorang biksu yang membakar diri, sedangkan cover album gambar ke 2 menampilkan foto yang di zoomout –meskipun memiliki objek yang sama– sehingga keseimbangan dan elemen-elemen pendukungnya menjadi terasa sebuah penekanan yang sangat dramatis dan totalitas dalam melakukan aksinya. Secara konotatif foto seorang biksu yang melakukan aksi bakar diri tersebut, menandakan bahwa hal itu merupakan sebuah bentuk perlawanan karena api sangat identik dengan bentuk perlawanan.

Pada cover album pertama memiliki komposisi fill the frame, yang artinya foto dari biksu tersebut memenuhi keseluruhan dari foto tersebut. Sedangkan pada cover album versi kedua memiliki komposisi figure to ground, objek seorang biksu dibuat kontras dengan background yang ada dibelakangnya.

Objek-objek pendukung lainnya—lihat gambar 2—seperti jerigen minyak, mobil Moskvitvch, kerumunan orang-orang, bangunan disekitar Saigon secara konotatif menunjukan bahwa seperti aksi pada umumnya, jalanan menjadi tempat yang cocok untuk melakukan aksi demonstrasi. Karena jalanan atau tempat sentral lainnya dapat diakses oleh siapapun, sehingga aksi protes atau demonstrasi dapat menjadi pusat perhatian bagi orang-orang yang melihat aksi tersebut.

Dari analisis secara denotatif dan konotatif diatas, menginterpretasikan bahwa cover album “Rage Against the Machine” ini, merupakan salah satu album yang termasuk kedalam album tentang perlawanan, terkhusus perlawanan pada tirani. Bahkan dalam lagu-lagu yang berada di album tersebut sarat akan bentuk kemarahan, kekecewaan, dan perlawanan. Salah satu lagu yang terkenalnya ialah “Killing in the Name” dan “Take the Power Back”, salah satu penggalan liriknya pun seperti ini “Fuck you, I won’t do what you tell me // Motherfucker”. Terlihat bahwa perlawanan RATM sangat begitu kuat dan tanpa akhir. Bahkan jauh lebih dari itu mitos yang hadir ialah bahwa musik funk, rap dan rock sarat dengan bentuk perlawanan pada pemerintahan— meskipun tak semuanya—yang hadir tiada akhir.

Analisis layer ke-3; Ideologi

Sikap politik yang muncul dari RATM berawal dari pengalaman Tom Morello dan Zack de la Rocha yang tumbuh dalam bayang-bayang rasisme pada masa kanak-kanaknya. Proses kreatif mereka menyuarakan tentang masalah yang dihadapi oelh orang Amerika Serikat seperti rasisme, kapitalisme, ketimpangan sosial, sehingga tak ayal dalam karya-karya mereka sangat kental dengan bentuk-bentuk perlawanan seperti demikian. Lagu-lagu yang cukup terkenal dan memiliki muatan politik ialah know your enemy, take power back, killing in the name.

Dilansir dari Tirto.id, sikap politik RATM juga bukan hanya menyuarakan dalam bentuk musiman saja, akan tetapi sejalan dengan tindakannya. Pada musim semi 1995, Zach de la Rocha bergabung dengan tim pemantau dari Mexico city untuk mengawasi jalannya perundingan antara Tentara Pembebasan Nasional Zapatista dan Pemerintahan Meksiko. Pentolan RATM tersebut memang dikenal sebagai pendukung Zapatista. Hal tersebut dibuktikan dengan mengorganisir sebuah perjalanan ke basis Zapatista untuk mengajar bahasa Spanyol dan Inggris kepada penduduk setempat dan ikut serta dalam patroli keamanan. Meskipun RATM ini telah bubar, sikap-sikap dan ideologi perlawanan yang muncul dari setiap personel masih terus melekat (Faisal, 2018).

Kesimpulan

Cover album dalam suatu demo rekaman band, memiliki peranan yang cukup penting. Bagaimana tidak, pada saat pertama kali membeli album rekaman, pembeli akan langsung tertuju pada cover album rekaman tersebut. Tanda-tanda yang dimunculkan dari cover album tersebut, secara tidak langsung merepresentasikan isi dari materi-materi demo rekaman yang ada didalamnya. Atau dengan kata lain, bahasa-bahasa yang ingin disampaikan oleh suatu band akan tersampaikan secara gamblang melalui visualisasi cover album.

Proses analisis ini mendapat suatu pemahaman bahwa strategi yang dilakukan oleh RATM melalui album “Rage Against the Machine” mendapat kritikan yang sangat bagus dari para kritikus musik, salah satunya berkat menggunakan foto seorang biksu yang melakukan aksi membakar diri. Selain sebagai daya tarik konsumen, cover album RATM ini menyimbolkan suatu bentuk perlawanan, artinya ada semacam totalitas dan idealisme yang dihadirkan olehnya, sehingga ideologi yang dibawakan oleh RATM tersemat kepada para pendengar. Para pendengar RATM— terutama album “Rage Against the Machine”—akan mendapatkan suatu pantikan yang sangat menggebu-gebu untuk melawan segala macam bentuk ketimpangan sosial, rasisme, perlawanan terhadap kapitalisme, dan perlawanan terhadap tirani.

Referensi

Bagus. (2020). Album Cover Kontroversial. Retrieved from Rocknation: https://www.rocknation.id/blog/2021/09/album-cover-kontroversial diakses pada 9/10/2021, 23.45 WIB

Currin, G. H. (2017, Desember 17). Rage Against The Machine, review album Rage Against the machine. Retrieved from Pitchfork: https://pitchfork.com/reviews/albums/rage-against- the-machine-rage-against-the-machine/ Diakses pada 10/10/2021 00.32 WIB

Faisal, M. (2018, Maret 12). Dua Sisi Rage Against The Machine. Retrieved from Tirto.id: https://tirto.id/dua-sisi-rage-against-the-machine-cFX5 diakses pada 10/10/2021, 02.21 WIB

Ideologi Rage Against the Machine, Lantang Protes Rasialisme. (2020, Oktober 23). Retrieved from Superlive: https://www.superlive.id/news/ideologi-rage-against-the-machine-yang- lantang-memprotes-rasialisme-hingga-kesenjangan-sosial diakses pada 11/10/2021, 20.19 WI

Sumber Gambar :

Gambar 1. https://en.wikipedia.org/wiki/Rage_Against_the_Machine_(album)

Gambar2. https://www.ratm.com/album/rage-against-the-machine-xx-

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *