Keislaman
Relevansi Gerakan Feminisme dengan Syariat Islam di Indonesia

Relevansi Gerakan Feminisme dengan Syariat Islam di Indonesia

Arab Women is a painting by Aeich Thimer

Di zaman modern yang serba canggih dan mudah ini banyak sekali informasi yang bisa kita dapatkan dengan menggunakan smartphone. Tak hanya itu, banyak juga beredar info menarik yang bisa kita dapatkan dengan mudah salah satunya informasi tentang Feminisme. Gerakan kesetaraan perempuan ini menjadi salah satu topik perbincangan hangat dalam pembahasan dan memiliki pro-kontra tersendiri. Sebagian pertentangan yang beredar luas di masyarakat yaitu dari sudut pandang agama. Untuk seseorang yang awam dan beragama tentunya ini menjadi sebuah tanda tanya besar saat dirinya merasa nyaman dalam seruan Feminisme tetapi agama mempertentangkannya.

Menurut sensus data penduduk tanggal 30 juni tahun 2021, terdapat 134,71 juta jiwa dari 272,23 juta jiwa penduduk di Indonesia adalah kaum perempuan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa banyaknya angka perempuan di Indonesia dan mayoritas agama islam yang begitu lekat dengan kehidupan sehari-hari menjadikan gerakan Feminisme memiliki pro-kontra dengan agama. Sebagian menyebutkan bahwa Feminisme sangat bertentangan dengan hukum syari’at agama Islam dan sebagian pihak lainya mendukung penuh gerakan kesetaraan ini. Terlepas dari dua hal itu, saat ini banyak permasalahan yang muncul dan mengeksploitasi kaum perempuan di negeri ini. Hadirnya seruan Feminisme ditengah-tengah masyarakat Indonesia menjadi sebuah titik terang sekaligus pertentangan hebat pada beberapa golongan tertentu. Namun apakah benar gerakan feminisme ini tidak sesuai dan bertentangan dengan syari’at agama Islam? [1]

Sejarah Singkat Perkembangan Gerakan Feminisme

Pada awalnya gerakan Feminisme muncul sebagai aksi dari bentuk ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan dan pada akhirnya berusaha membebaskan diri dari penindasan tersebut dengan cara menyerukannya. Feminisme sendiri berasal dari budaya barat yang mulai populer pada tahun 1960-an di Amerika. Awalnya gerakan ini hanya memperjuangkan hak sipil dan kebebasan seksual saja, tetapi seiring dengan berkembangnya zaman feminisme banyak menyuarakan hak yang lebih di butuhkan perempuan saat ini. Ideologi dari gerakan kesetaraan ini adalah sebuah perlawanan yang ingin membebaskan kaum perempuan dari penindasan, kekerasan, ketidakadilan, hegemoni, dan dominasi. Bahwasanya gagasan ideologi ini muncul bukan hanya sekedar seruan belaka tetapi mempunyai alasan dasar yang kuat. Dari masa ke masa perempuan dianggap lemah, makhluk tidak berdaya, tidak memiliki hak untuk mengayom pendidikan tinggi, tidak bisa berkontribusi sebagai pemimpin baik dibidang politik  atau lainya dan tidak memiliki hak dalam apapun baik diranah publik, maupun pribadi. Hal inilah yang menjadikan Sebagian golongan menyetujui adanya gerakan feminisme di Indonesia.[2]

Kedudukan Perempuan dalam Islam dan Syari’at

Sebagian golongan dari pihak beragama menyetujui bahwa feminisme tidak cocok di Indonesia dengan alasan negara mayoritas muslim. Anggapan ini terus mengakar sampai pada akhirnya ada sebuah gerakan yang menolak adanya gerakan feminisme di Indonesia karena tidak sesuai dengan hukum syariat Islam. Pada dasarnya Islam adalah sebuah agama yang rahmatan lil’alamin yaitu ada sebagai rahmat bagi seluruh alam. Hukum dan syariat agama Islam sangat berpegang teguh pada sumber kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah (hadist). Islam menempatkan kedudukan perempuan pada posisi yang begitu mulia dan sesuai dengan proporsinya sebagai manusia.[3] Sepanjang sejarah Islam telah banyak mengikis habis kegelapan yang dialami oleh perempuan. Dimulai dari tradisi jahiliyah yang mengubur bayi perempuan secara hidup-hidup karena di anggap sebagai aib keluarga yang nantinya hanya akan mempersulit keadaan, sampai pada akhirnya Islam hadir dan menempatkan perempuan pada posisi yang sangat mulia dan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki di hadapan Allah SWT. Ini sesuai dengan ayat Alquran yang disebutkan berulang-ulang yaitu dalam QS. An-Nisa 4:1, QS. Al-An’aam 6:98, QS.Al-A’raf 7:189, QS. Luqmān 31:28, dan QS. Az-Zumar 39:6. Bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan pada nafs (jiwa) yang sama.[4] Harus dipahami juga bahwa Al-Qur’an merupakan hukum islam yang bersifat normatif dan kontekstual dalam artian saat menafsirkan nya pasti banyak perbedaan yang harus bisa di pahami dengan seksama dan teliti.

Salah satu tokoh feminis Islam dan seorang teolog asal India, Asghar Ali Engineer menyebutkan bahwa Islam hadir untuk menegakan keadilan, salah satunya keadilan bagi kaum perempuan yang mengalami ketertindasan dan diskriminasi. Dalam bukunya ia menulis banyak judul yang berkaitan tentang keadilan dan kebebasan hak perempuan dalam sudut pandang Islam.[5]

Islam menempatkan perempuan sebagai makhluk yang yang harus dijunjung tinggi kehormatan nya, serta memiliki peran penting dalam ranah dunia keislaman. Tidak hanya itu, perempuan disebutkan sampai tiga kali dalam sebuah hadist mengenai pertanyaan seorang sahabat nabi tentang siapa orang yang harus dihormati terlebih dahulu dan jawabanya adalah seorang ibu hadist lain menyebutkan bahwa surga berada di telapak kaki ibu. Dari kedua hadist tersebut dapat dilihat bahwa betapa Islam sangat mengagungkan perempuan yang selama sejarah sebelum datangnya Islam perempuan hanya dipandang sebelah mata dan tidak pernah dilihat. Namun perempuan dalam kapasitas pandangan seorang hamba di hadapan Tuhan, mempunyai kedudukan yang sama seperti laki-laki. Keduanya memiliki hak yang sama untuk menjadi yang terbaik sebagai seorang hamba sesuai dengan ketaqwaan nya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kesimpulan

Dilihat dari beberapa argumentasi yang saling membangun keterkaitan satu sama lain dalam diskursus mengenai Feminisme dan hukum agama Islam di Indonesia. Tentunya dapat disimpulkan bahwa gerakan Feminisme yang bersifat umum ini sejalan dengan syariat Islam baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hukum syariat Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah (hadist). Gerakan Feminisme dan hukum syari’at Islam tidaklah bertolak belakang satu sama lain apalagi saling bertentangan , melainkan memiliki satu kesamaan yang jelas dalam menjalankan dan mewujudkan tujuannya. Gerakan Feminisme menginginkan hak dan kesetaraan yang sama diantara perempuan dan laki-laki, sedangkan Islam memang sudah menempatkan kedudukan yang sama diantara keduanya. Bahkan Islam sangat memuliakan posisi kaum perempuan dalam syari’at agama hanya saja semua itu sesuai dengan proporsi dan hukum syari’at Islam.

Daftar Pustaka

 Al-Qur’an. (2006). Jakarta: Aalmaghfirah Pustaka.

Engineer, a. A. (2000). Teologi Pembebasan. In A. Ali, Teologi pembebasan (pp. 25-27). Jakarta: Gramedia.

Irwan, T. (2007). Feminisme. digilib.uinsby.ac.id (p. 5). Bandung: uinsby.

Iskandar, A. (2021). Kementrian dalam Negeri. dukcapil (p. 1). Jakarta: Pramadina.

Marzuki. (2009). Perempuan dalam Pandangan Feminis Islam. adoc.pub (p. 2). jakarta: adoc.


[1] Ahmad Iskandar, Kementrian dalam Negeri (Jakarta: Pramudina, 2021) Hal.1

[2] Teguh Irwan, Feminisme (Bandung: uinsby, 2007) Hal.5

[3] Marzuki, Perempuan dalam Pandangan Feminis Islam (Jakarta: adoc, 2009) Hal.2

[4] Al-Quran Al-Karim (Jakarta: Amaghfirah Pustaka,2006)

[5] Asghar Ali Engineer, Teologi Pembebasan (Jakarta: Gramedia, 2000) Hal.25-27

3 thoughts on “Relevansi Gerakan Feminisme dengan Syariat Islam di Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *